Kesuksesan Anak
I.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah hak setiap warga Negara Indonesia.
Tidak hanya sekedar pendidikan atau sekolah, tapi pendidikan atau sekolah yang
memiliki kwalitas unggul sesuai dengan perkembangan kemajuan di masa ini.
Dalam Islam peserta didik ialah setiap manusia
yang sepanjang hayatnya selalu
berada dalam perkembangan, jadi bukan hanya anak- anak yang
sedang dalam pengasuhan dalam pengasihan orang tuanya,
bukan pula hanya anak-anak
dalam usia sekolah, tetapi
mencakup seluruh manusia baik
sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik
manusia yang beragama Islam
maupun tidak, atau dengan
kata lain manusia
secara keseluruhan, setiap orang yang terlibat dalam satu
kegiatan pendidikan, baik itu
formal, informal, maupun non formal harus mampu mengembangkan dan mensosialisasikan berbagai persoalan yang
berkaitan dengan peserta didik
secara baik dan
benar demi terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi
guru dan juga bagi peserta didik.
Diantara yang perlu
diperhatikan adalah tentang bagaimanakah eseensi
dari peserta didik, kewajiban
dan tugas peserta didik, atau
etika peserta didik
dalam menuntut ilmu. Untuk menjadi peserta didik yang baik, sebaiknya
memiliki dan mengembang sifat-sifat mulia
dan meghindari sifat-sifat tercela,
sebab sifat-sifat mulia tersebut
akan mempermudah peserta didik
dalam menuntut ilmu, sebaliknya
sifat-sifat tercela akan menghambat peserta didik dalam menuntut ilmu dan
bimbingan dari orang dewasa atau dengan
bahasa yang lebih teknis adalah “pendidik”dengan tujuan untuk mengantarkannya menuju
suatu pematangan diri.
Dari sudut pandang yang
lain, ada juga
yang mengatakan bahwa peserta
didik itu adalah manusia yang memiliki fitrah atau potensi untuk
mengembangkan diri, sehingga
ketika fitrah ini ditangani
secara baik maka sebagai eksesnya justru anak didik itu
nantinya akan menjadi
seorang yang bertauhid kepada
Allah (Al Rasyidin,
148).
Sementara itu, bila
merujuk kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS yang terdapat dalam BAB
I Pasal 1
poin keempat, dijelaskan bahwa
peserta didik itu adalah anggota masyarakat yang yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui
proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu.
Maka dari keterangan di atas amat sangat jelas
terlihat peserta didik
itu maknanya tidaklah hanya dalam tataran pendidikan formal
saja, juga tidak memberi
batasan usia, dan
bahkan tekanannya sangat mejemuk
dengan tidak melihat bentuk perbedaan karena mengacu kepada
sebuah kesadaran akan kemajemukan
bangsa Indonesia itu sendiri.
Namun yang paling terpenting dalam pengertian itu adalah
istilah “berusaha mengembangkan potensi”, itu
artinya lewat pendidikan atau proses pembelajaran yang
terarah dan positif diharapkan
dapat untuk mengoptimalkan potensi
para peserta didik itu,
baik dalam wilayah pendidikan formal, non formal,
informal dan juga pada tataran jenis dan bentuk pendidikannya. Sejalan dengan
apa yang termuat dalam UU SISDIKNAS RI No. 20 Tahun maka senafas
benar apa yang dikemukakan oleh Moh. Roqib, bahwa
II.
RUMUSAN MASALAH
Dalam pembahasan makalah ini memang ditekankan tentang kesuksesan
peserta didik (murid) prespektif filsafat ilmu studi kasus di mi nu raudlatus
shibyan 01dengan rumusan masalah
1. Bagaimanakah konsep
peserta didik di tinjau dari filsafat ilmu?
2. Apakah faktor pendukung
kesuksesan murid dilihat dari filsafat
ilmu?
III.
PEMBAHASAN
A. KONSEP PESERTA DIDIK
Definisi Peserta Didik
Sebelum membicarakan esensi
peserta didik dalam perspektif filsafat
pendidikan Islam secara panjang lebar, alangkah
baiknya dirumuskan dulu kerangka
berpikirnya melalui perumusan
arti peserta didik itu. Sebab dengan
mengetahui definisi yang mapan
terhadap pengertian dua
kata ini, tentu tidaklah
terjadi kesalahan dalam
memberikan penafsiran nantinya ketika
membicarakan esensi yang sesungguhnya. Memang diakui
pemberian definisi terhadap suatu objek tidak akan bisa memberikan hasil
yang maksimal, dan hal itulah
yang terjadi dan membuat para pakar memiliki rumusan
yang beragam ketika
mendefinisikan apa itu peserta
didik. Tapi walaupun begitu setidaknya di awal tulisan
dalam makalah ini dengan pemberian definisi tersebut diharapkan
akan menjadi dasar untuk mengulas
apa yang menjadi substansi persoalan nantinya. Ada yang
berpendapat peseta didik itu
adalah manusia yang
belum dewasa, oleh karenanya
ia membutuhkan pengajaran, pelatihan
B.
Peserta Didik dalam Perspektif
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat dapat diartikan sebagai proses berpikir logis, kritis dan
sistematis tentang segala realitas yang ada dan yang mungkin ada yang akan
menjadi sikap dan keyakinan yang sangat dijunjung tinggi oleh subjeknya[1]. Dengan filsafat manusia
berupaya mencari kebenaran terhadap sebuah realitas yang terjadi, apa yang ada
di balik sebuah realitas serta
bagaimana sebuah realitas
seharusnya ada. Filsafat
mengajarkan bagaimana sebuah kebenaran
diperoleh, jalan apa
yang harus ditempuh
seseorang untuk memperoleh sebuah
kebenaran.
Senada dengan hal di atas Runes[2] dalam Dictionary of Philosophy , memaknai filsafat sebagai :
Originally, the rational explanation of anything, the general principles under
which all facts, could be explained, in this sense, indistinguishable from
science. Later, the science of the first principle of being, the
presuppositions of ultimate reality. Now, popularly, private wisdom or
consoliation, technically, the science of
sciences, the criticism and systematization or organization of all
knowledge, drawn from empirical science,
rational learning, common
experience, or wherever.
Philoshopy includes metaphysics,
or ontology and epistemology, logic, ethics, aesthetics, etc.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa filsafat dapat
menjelaskan prinsip- prinsip umum tentang segala sesuatu, dalam hal ini kerja
filsafat sama dengan sain (ilmu). Filsafat merupakan ilmu tentang prinsip utama
being
(yang ada), yaitu ilmu yang mempelajari hakikat dari yang ada, filsafat adalah
ilmu dari pada ilmu, kritik, dan sistematisasi
atau organisasi dari
pengetahuan, yang berasal
dari ilmu empirik, pengalaman (rasional,
ataupun biasa). Filsafat
mencakup kajian tentang
ontologi, epistemologi, etik dan estetik. Filsafat pendidikan
merupakan upaya filosofis
yang khusus tertuju
pada masalah-masalah pendidikan. Dalam hal ini filsafat melakukan
kritik, sistematisasi dan organisasi terhadap ilmu pendidikan, sehingga dengan
dasar-dasar pandangan filosofis ilmu pendidikan dapat bermanfaat dan berkembang
dengan baik. Noor Syam3[3] mengemukakan
bahwa filsafat pendidikan
merupakan landasan filosofis yang
menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Filsafat pendidikan
dan ilmu pendidikan harus menjadi pengetahuan dadasr ( basic knowledge ) bagi
setiap pelaksana pendidikan.
Sesuai dengan ruang
lingkup filsafat, maka
filsafat pendidikan juga
akan mencakup kajian ontologi
yang mengkaji dasar-dasar
dan hakikat dari
pendidikan, epistemologi
yang membahas bagaimana
pendidikan dilaksanakan, aksiologi
yang membahas untuk apa (nilai guna) pendidikan tersebut. Dalam hubungannya dengan tema
kajian yaitu peserta didik dan peserta didik secara ontologis akan mengkaji apa
hakekat keduanya, secara epistemologis akan mengkaji bagaimana mereka terbentuk
termasuk di dalamnya apa hak dan tanggungjawabnya, sementara aksiologisnya akan
mengkaji untuk apa mereka dididik dan mendidik. Kajian-kajian tersebut yang
akan coba dilakukan dalam pembahasan berikut.
C.
Peserta Didik dalam Perspektif Ilmu Pendidikan Islam
Peserta didik pada
dasarnya merupakan manusia
yang sedang dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan,
yang memerlukan bantuan dari orang lain (orang dewasa) untuk menjalani
pertumbuhan dan perkembangannya tersebut. Peserta didik memiliki berbagai
kebutuhan, yang dapat dikategorikan kepada kebutuhan pisik dan non pisik, di
mana masing-masing kebutuhan harus terpenuhi dengan baik.
Islam sebagai agama
universal tidak hanya
mementingkan masalah ibadah, namun juga masalah yang lainnya.
Islam sangat memperhatikan masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan.
Dalam hal pendidikan, khususnya mengenai anak didik Islam mempunyai pandangan
ontologis tersendiri yang tidak dimiliki oleh ajaran agama lain. Pandangan
ontologis Islam tentang pendidikan dapat dilihat dari konsep fitrah. Fitrah
merupakan elemen dasar yang dimiliki oleh semua manusia, dalam hal ini termasuk
pendidik dan peserta didik. Fitrah berarti suci, bukan seperti teori tabularasa
yang dikemukakan John Lock yang bersih dari segala hal, namun suci dalam arti
tidak memiliki dosa bawaan dan memiliki
kecenderungan kepada agama
Allah. Suci dalam
arti dapat diarahkan kemanapun juga oleh para pendidik
dengan bekal potensi-potensi dasar yang sudah dimiliki oleh seorang anak
setelah dilahirkan ke dunia.
Menurut pandangan Islam fitrah sudah dimiliki oleh seseorang pada
waktu ia baru dilahirkan ke dunia. Seorang bayi yang dilahirkan dalam keadaan
suci, dalam arti suci bersih tanpa noda dosa yang diwariskan pendahulunya,
namun sudah membawa berbagai potensi yang siap dikembangkan lewat pendidikan.
Potensi untuk beragama umpamanya, dapat diarahkan lewat pendidikan. Pada
dasarnya semua anak yang baru dilahirkan
sudah membawa potensi
beragama dan kecenderungan
untuk berTuhan, untuk mencari sesuatu
yang dapat melindungi dan mengatasi berbagai persoalan yang kadang kala tidak
dapat diatasinya dengan hanya
mengandalkan manusia dan ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh manusia.
Namun adakalanya pendidikan
dan lingkungan selanjutnya tidak
dapat mendukung potensi
tersebut untuk berkembang sehingga timbul kesan bahwa anak
yang dilahirkan sebenarnya tidak memiliki potensi tersebut. Hanya
pemaksaan melalui pendidikanlah
yang memaksa seseorang
untuk mengakui adanya Tuhan atau sesuatu zat Maha Agung yang telah
menciptakan manusia. Fitrah dalam Islam tidak sama dengan teori tabula rasa
yang dikembangkan John Lock,13
namun anak tersebut
memiliki potensi-potensi yang
bersih dari pengaruh lingkungan, ketika ia baru dilahirkan.
Potensi-potensi inilah yang dapat dikembangkan oleh seorang pendidik melalui
pendidikan. Sesuai dengan hal di atas, sebuah hadits nabi mengemukakan hal yang
sama : yang artinya : Tidak adalah
anak yang dilahirkan itu kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nashrani
atau Majusi. Hadits riwayat Bukhari.
Fitrah dalam hadits
di atas lebih
menekankan pada potensi
beragama yang dimiliki setiap
manusia,dan pendidiklah yang
akan mengarahkan kecenderungan beragama tersebut sesuai dengan
yang seharusnya. Sesuai dengan fitrah ini dapat pula disimak ayat Al-Quran
suarah Ar-Ruum (30) ayat 30 berikut: yang Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah
agama lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Dalam fitrah terkandung
beberapa komponen potensial
yang siap dikembangkan, yaitu :
1.
Kemampuan dasar untuk beragama
Islam seperti yang digambarkan dalam Al-Quran dialog antara janin dan Tuhan
ketika janin masih berada di dalam rahim seorang ibu,
di mana Allah
menanyakan “alasTu bi
Robbikum?” Janin menjawabnya
dengan “Balaa, syahidna.”
2.
Mawahib (bakat) yang
memuat kemampuan dasar
yang lebih dominan dibandingkan dengan yang dimiliki
orang lain, dan “ Qabliyyat” (tendensi atau kecendrungan) yang mengacu kepada
keimanan kepada Allah
3.
Naluri dan kewahyuan (revilation)
4.
Kemampuan dasar untuk beragama
secara umum
5.
Dalam fitrah terdapat komponen
psikologis apapun, yaitu bakat, instink atau gharizah, nafsu dan
dorongan-dorongannya, karakter atau watak tabi`at manusia, hereditas atau
keturunan, serta intuisi
atau ilham yang
dapat dilihat ada enam potensi dasar yang dimiliki anak
yang baru dilahirkan yang tercakup dalam konsep fitrah, yaitu:
1.
Bakat dan kecerdasan
2.
Hereditas (keturunan)
3.
Nafsu (drivers)
4.
Karakter (watak asli)
5.
Intuisi (ilham)
6.
Instink (naluri).
Seorang anak yang dilahirkan telah memiliki bekal bakat dan
kecerdasan yang akan memberikan peluang bagi anak tersebut untuk berhasil dalam
kehidupannya sesuai dengan bakat dan kemampuan yang ia miliki.
Ramayulis1[4] mengklasifikasikan kecerdasan
kepada kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
kecerdasan spritual dan
kecerdasan qalbu. Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang
menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani dan pengaktifan manusia untuk
berinteraksi secara fungsional dengan yanglain. Kecerdasan intelektual
berhubungan dengan proses kognitif seperti berpikir, daya menghubungkan,
menilai dan memilah
serta mempertimbangkan sesuatu,
atau kecerdasan yang
Ayat di atas mengisyaratkan
bahwa manusia mampu memikirkan tentang alam, tentang peredaran planet matahari
dan bumi yang kemudian membentuk perubahan dari siang menjadi malam, dan dari
malam menjadi siang dengan kecerdasan intelektual yang mereka miliki. Sebagai
hasil pikir terhadap kedua planet itu pula manusia mampu menentukan kapan
harus memulai untuk
bercocok tanam dan
kapan mereka melaksanakan
sholat-sholat yang difardhukan. Dari hasil pikir terhadap kedua planet itu pula
manusia dapat menciptakan alat transportasi lewat udara yang kemudian membuat
mereka mampu menunaikan ibadah haji meskipun memiliki jarak yang sangat jauh
dari Ka`bah.
Kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri, bertahan menghadapi
frustasi, mengendalikan dorongan hati, menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdo`a, mampu mengenal
emosi orang lain
sehingga dapat membantu
orang lain dalam
memecahkan persoalannya.
Salovey sebagaimana yang
dikutip Daniel Goleman16
memperluas kemampuan emosional menjadi lima wilayah utama, yaitu :
1.
Mengenali emosi diri, yaitu
kesadaran diri dalam mengenali perasaan waktu perasaan itu terjadi.
2.
Mengelola emosi, yaitu menangani
perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas
3.
Memotivasi diri sendiri, yaitu
kekmampuan memanfaatkan emosi untuk memberi perhatian pada motivasi dan
menguasai diri sendiri.
4.
Mengenali emosi yang lain, yaitu
kemampuan merasakan perasaan orang lain yang merupakan ketrampilan bergaul dasar,
yang sangat berhubungan dengan kesadaran diri emosional.
5.
Membina hubungan, yaitu ketrampilan
mengelola emosi orang lain.
D. Profil,
visi misi dan tujuan MI NU Raudlatus Shibyan 01
Dalam makalah ini, yang penulis masukkan
dalam kategori sasaran adalah MI NU Raudlatus Shibyan 01 dengan alasan bahwa
penulisan makalah ini memang bertujuan ingin mengetahui kondisi riil keadaan MI
NU Raudlatus Shibyan 01 dalam menerapkan teori konvergensi dalam Pendidikan
Islam
1. Profil MI
NU Raudlatus Shibyan 01
Madrasah MI
NU Raudlatus Shibyan 01 adalah salah satu Madrasah yang berada dibawah naungan
LP Ma’arif Kudus. Dimana dengan jelas semua yang berada didalamnya memiliki
unsur NU yang kental. Terletak di Desa Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus
Provinsi Jawa Tengah MI NU Raudlatus Shibyan 01 adalah salah satu madrasah
milik Badan Pelaksana Penyelengaraan Pendidikan Ma’arif NU (BP3MNU) RAUDLATUS
SHIBYAN.
a. Nama : MI NU Raudlatus
Shibyan 01
b. Kepala
madrasah : Supangat, S. Pd. I
c.
Berdiri : 01-09-1975
d.
NSM : 111233190082
e.
NPSN : 60712301
f. Alamat : Jl. Dewi Sartika No
252 Peganjaran
Bae Kudus
g. Tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan:
NO
|
NAMA
|
L/P
|
NOMOR INDUK
|
TEMPAT, TGL. LAHIR
|
JABATAN
|
|
1
|
SUPANGAT, S.Pd.I
|
L
|
55
|
KUDUS, 24-04-1969
|
KA. MI
|
|
2
|
TRISNAWATI, S.Pd.I
|
P
|
51
|
PATI, 07-07-1968
|
WAKA. MI
|
|
3
|
MASYKURI, A.Ma
|
L
|
27
|
KUDUS, 27-12-1957
|
GURU
|
|
4
|
NOOR MAZID, S.Pd.I
|
L
|
39
|
KUDUS, 22-05-1959
|
GURU
|
|
5
|
NOOR MUNAZAH, S.Pd.I
|
P
|
42
|
KUDUS, 20-05-1965
|
GURU
|
|
6
|
SUMIYATUN, S.Pd.I
|
P
|
50
|
KUDUS, 08-05-1967
|
GURU
|
|
7
|
SITI MASROH, S.Pd.I
|
P
|
61
|
KUDUS, 15-08-1972
|
GURU
|
|
8
|
TITIK SUMIYATI, S.Pd.I
|
P
|
63
|
KUDUS, 18-05-1982
|
GURU &SIE. KESISWAAN
|
|
9
|
YUSRON HADI
|
L
|
64
|
KUDUS, 29-04-1985
|
GURU &SIE. HUMAS, AGAMA
|
|
10
|
KHIRZAH AN, S.Pd.I
|
P
|
65
|
JEPARA, 11-04-1971
|
GURU &SIE. KURIKULUM
|
|
11
|
ABDUL HADI, S.Pd.I
|
L
|
66
|
KUDUS, 04-04-1984
|
GURU &SIE. SARANA PRASARANA
|
|
12
|
SRI MULYATI, MH
|
P
|
57
|
KUDUS, 18-11-1974
|
TATA USAHA
|
|
13
|
DANIAL RISKI ADIB, S.Pd.I
|
L
|
67
|
KUDUS, 23-02-1991
|
PEMBINA PRAMUKA
|
2. Visi, Misi
dan Tujuan MI NU Raudlatus Shibyan 01
a. Visi MI NU
Raudlatus Shibyan 01
Terwujudnya Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan
Islam Yang Mampu Mewujudkan Dan
Mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) Yang Berkualitas Dibidang IMTAQ & IPTEK
Sebagai Kader Bangsa Yang Islami Dan Sunny (Ahlus Sunnah Wal Jamaah)
b. Misi MI NU
Raudlatus Shibyan 01
c. Menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran yang berorientasi pada kualitas baik akademis, moral,
social dan penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila.
d.
Menanamkan nilai-nilai dan Aqidah Islam Ahlussunnah wal
Jama’ah serta Pengamalannya.
e.
Membekali peserta didik agar dapat mengikuti pendidikan
pada jenjang yang lebih tinggi.
f. Tujuan MI
NU Raudlatus Shibyan 01
·
Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang
aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
·
Memberikan bekal kemampuan dasar kepada murid
tentang Pengetahuan Agama Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah.
·
Mewujudkan peserta didik yang mampu bersaing di
jenjang sekolah kelanjutan.
·
Membentuk peserta didik menjadi manusia yang
bertaqwa, cerdas dan berbudiluhur.
·
Melatih dan mendidik peserta didik memiliki
keterampilan beribadah serta bertingkah laku sopan dalam masyarakat.
·
Melatih dan mendidik peserta didik memiliki
keterampilan membaca AlQur’an dengan fasih dan benar.
·
Membentuk kader-kader Nahdlatul Ulama (NU) yang
handal dimasa yang akan datang dengan memiliki jiwa Nasionalisme dan Patriotisme
yang tinggi.[5]
E. Profil
Peserta Didik
Dalam pembahasan makalah ini memang hanya
menitik beratkan pada satu murid saja yaitu ananda Nadila Puspita Triana,
adapan profil lebih lengkap sebagai berikut :
1.
Nama Peserta Didik : Nadila Puspita Triana
2.
Nama Panggilan :
Dilla
3.
Nisn :
-
4.
No. Induk Madrasah : 2443
5.
Tempat dan tanggal lahir : Kudus, 4 April 2005
6.
Agama :
Islam
7.
Jenis Kelamin :
Perempuan
8.
Tinggi Badan :
147 cm
9.
Berat Badan :
41 Kg
10.
Cita-cita :
Guru / Techer
11.
Hobby :
Menulis / Writing
12.
Anak Nomor :
2 (dua)
13.
Jumlah Saudara :
4 (empat)
14.
Alamat Lengkap :
Peganjaran RT 01 RW 4
15.
Kec, Kab, Kodepos : Bae Kudus
16.
No, Kartu Keluarga :
3319072901090026
17.
Nama Kepala Keluarga (dalam kk) : Sutriman
18.
No. KKS, KPS, PKH :
-
19.
Identitas orang tua
A.
Ayah
I.
Nama lengkap :
Sutriman
II.
Status :
Hidup
III.
Nik ktp : 3319071605730007
IV.
Pendidikan terakhir : SMP
V.
Pekerjaan : Karyawan Swasta
VI.
Rata-rata penghasilan : 2.750.000
VII.
Nomor hape :
085 226 003 227
B.
Ibu
I.
Nama lengkap :
Harlina
II.
Status :
Hidup
III.
Nik ktp :
3319075905810002
IV.
Pendidikan terakhir : SMP
V.
Pekerjaan : Karyawan Swasta
VI.
Rata-rata penghasilan : 4.100.000
VII.
Nomor hape :
085 226 167 443
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimplkan bahwa Pendidikan
adalah hak setiap warga Negara Indonesia. Tidak hanya sekedar pendidikan atau
sekolah, tapi pendidikan atau sekolah yang memiliki kwalitas unggul sesuai
dengan perkembangan kemajuan di masa ini.
Dalam fitrah terkandung
beberapa komponen potensial
yang siap dikembangkan, yaitu :
1.
Kemampuan dasar untuk beragama
Islam
2.
Mawahib (bakat) yang memuat kemampuan
dasar
3.
Qabliyyat” (tendensi atau
kecendrungan)
4.
Naluri dan kewahyuan (revilation)
5.
Kemampuan dasar untuk beragama
secara umum
Dalam fitrah terdapat komponen psikologis apapun, yaitu bakat,
instink atau gharizah, nafsu dan dorongan-dorongannya, karakter atau watak
tabi`at manusia, hereditas atau keturunan,
serta intuisi atau
ilham yang dapat
dilihat ada enam potensi dasar
yang dimiliki anak yang baru dilahirkan yang tercakup dalam konsep fitrah, yaitu:
1.
Bakat dan kecerdasan
2.
Hereditas (keturunan)
3.
Nafsu (drivers)
4.
Karakter (watak asli)
5.
Intuisi (ilham)
6.
Instink (naluri).
Berbicara tentang kesuksesan murid dilihat dari kaca mata filsafat
ilmu, maka akan muncul banayak sekali pembahasan yang muncul berkaitan dengan
hal tersebu, mulai dari pengertian peserta didik, karakteristik peserta didik,
upaya agar peserta didik mampu mengikuti poroses pembelajaran sampai dengan apa
yang berhubungan dengan luar peserta didik itu sendiri, seperti factor
lingkungan madrasah, teman satu madrasah, lingkungan sekolah (termasuk apabila
sekolah/ madrasah tersebut berada di satu lingkungan yang sama contoh MTs
seperti yang terjadi di MI NU Raudlatus shibyan 01)
Kesuksesan peserta didik memang tidak
terlepas dari banyak factor baik itu internal maupun eksternal. Seperti yang
dijelaskan didepan.
V.
PENUTUP
Demikian sedikit pemaparan tentang makalah yang
berjudul kesuksesan peserta didik (murid) prespektif filsafat ilmu studi kasus
di mi nu raudlatus shibyan 01 Peganjaran Bae Kudus. yang mengambul satu murid
yaitu Nadila Puspita
Triana
Meskipun hanya mengangkat satu murid saja, diharapkan
bisa diambil kemanfaatan dari hal yang positif dan memberikan koreksi disetiap
kesalahan ataupun menambal kekurangannya.
Penulis sadar tiada gading yang tak retak serta
kesempurnaan hanya milik sang kholiq al ladzi ‘allama bil qolam serta al
ladzi maa lam ya’lam. Makalah sederhana ini buuh masukan dan kritikan yang
konstruktif agar lebih bermanfaat untuk pribadi dan Instansi
[1] Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan Islam,
Pekanbaru, LSFK2P, 2005, hlm. 5.
[2]
Dagobert R. Runes, Dictionary of Philosophy, Totowa, New Jersey, Littlefield
& Co, 1971, hlm. 235
[3]
Muhammad Noor Syam,
Filsafat Pendidikan dan
Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila, Surabaya, Usaha Nasional, 1984, hlm. 39.
[4]
Dikutip dari Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2008, hlm.
58
[5] Data Diambil dari Buku Besar MI NU
Raudlatus Shibyan 01
No comments:
Post a Comment